Jika suatu saat bumi kita semakin merenta,
ia tak
mampu lgi berputar atas nama kemandirian sunnah,
maka siapa yang akan
merawatnya,
tentu bukan mereka yang sudah duluan mudik ke kampung akhirat,
bukan pula mereka yang hobi menguliti gunung dan menyembelih ekosistem di
dalamnya,
sepertinya kekacauan semakin akrab di telinga kita,
masyarakat langit
juga sudah habis air matanya meratapi keperihan bumi,
entah tulang rusuk siapa
lagi yang harus dijadikan tongkat penyanggah,
agar kebenaran tidak ambruk oleh
riuhnya kompetisi keyakinan,
jejak-jejak Tuhan sepertinya terpantul dan sayang
percikannya tinggal piagam di muka bumi,
hanya saja volume kesadaran terhadap
itu semakin kerdil dan mungil,
gelombang audio mulutnya kita saja yang raksasa
tapi isinya nol dan kosong,
saya tidak sedang marah karena ulah firaun-firaun
versi masakini,
sebab aku tau kesombongan mereka juga akan ditenggelamkan laut
merah,
hanya saja secara tehknis saya tidak tau bagaimana. . .